Selamat dari Maut karena tiga potong roti - Cerita Sejarah Islami

Selamat dari Maut karena tiga potong roti

Alkisah disebuah perkampungan, hiduplah seorang penatu yang mempunyai watak sangat egois. Ia tak pernah mempedulikan nasib orang-orang yang ada disekitarnya, ia juga tidak pandai bergaul dengan masyarakat. Ia mau terbuka dengan orang lain jika sekiranya dapat memberikan keuntungan baginya.

Dalam perjalanan dakwahnya, Nabi Isa a.s. singgah ke kampung tersebut. Kehadirannya disambut gembira oleh segenap lapisan masyarakat, bahkan banyak diantara mereka yang memperkenankan putra Siti Maryam ini tinggal dirumah mereka. Nabi Isa a.s. banyak mendengarkan keluh kesah dari masyarakat, terutama berkenaan dengan ulah si tukang penatu. Mereka mengeluhkan si tukang penatu yang suka membendung air sungai untuk keperluan binatunya serta membuang limbah cucian sembarangan, sehingga membuat air sungai menjadi kotor dan bau. Mereka merasa sangat dirugikan oleh ulah si tukang penatu itu, karena air sungai menjadi tercemar.

“Ya Nabiyallah, sudilah engkau mendo’akan agar tukang penatu itu pergi dari kampung ini untuk selama-lamanya dan tak kembali lagi,” harap mereka kepada Nabi Isa a.s.
Permohonan mereka langsung ditanggapi oleh Nabi Isa a.s. beliau berdo’a, “Ya Allah, turunkan seekor ular yang ganas dan berbisa sebagai hukuman bagi tukan penatu itu.”

Keesokan harinya, seperti biasa si tukang penatu merendam pakaian kotor dalam sungai. Air sungai yang semula nampak bening, perlahan-lahan mulai mengeruh akibat kotoran pakaian yang direndam si penatu. Ada sesuatu yang berbeda pada penampilan tukang penatu itu dibanding hari-hari sebelumnya. Tak seperti biasa. Ia membawa tiga potong roti untuk pengganjal perut kala lapar datang.

Karena sibuknya tukang penatu bekerja, sampai dia tidak menyadari kehadiran seorang ahli ibadah ditepi sungai tempatnya mencuci pakaian. Setelah mengucapkan salam, ahli ibadah itu berkata, “Wahai tukang penatu, sudah berhari-hari aku belum terkena makanan. Sudilah engkau memberiku makanan untuk menghilangkan rasa lapar yang menderaku sejak kemarin.”  Kata si Ahli ibadah

Kata-kata orang alim itu rupanya membuat hatinya tergugah, jiwa sosialnya mendadak bangkit. “Silahkan pak, roti ini dimakan. Mudah-mudahan saja dapat mengganjal perut bapak,” ucap si penatu sambil memberikan sepotong roti.
“Alhamdulillah, semoga Allah mengampuni segala dosa dan mensucikan hatimu.” Ucap orang alim itu.

Setelah memakan roti, orang alim masih merasa lapar. Tanpa malu-malu, ia meminta lagi kepada si tukang penatu agar diberi makanan sebagai penawar rasa laparnya. “Kalau begitu, saya hadiahkan lagi roti ini buat bapak,” kata tukang penatu
“Semoga Allah mengampuni dosa-dosamu yang terdahulu.” Do’a orang alim itu terucap lagi.

Namun ketika roti kedua itu dimakan, rasa lapar orang alim itu tak juga sirna. Ia pun memohon lagi kepada tukang penatu agar diberikan makanan untuknya.
“Roti saya kini tinggal satu, tapi tak apalah mungkin ini rezeki bapak,” ucap tukang penatu dengan tulus. 
“Semoga Allah membuatkan rumah yang indah untukmu di surga.” Kata ahli ibadah

Setelah melahap habis roti yang diberikan oleh di tukang penatu, orang alim itu kini tak lagi merasa lapar. Rasa pening akibat lapar, perlahan-lahan mulai meninggalkan kepalanya. Beberapa saat kemudian, keduanya pun berpisah dan kembali kerumah masing-masing. Si tukang penatu kembali kerumahnya dalam keadaan sehat wal ‘afiat dan segar bugar, masyarakat pun merasa heran. Pasalnya, Nabi Isa a.s. telah berdoa agar allah mengirimkan seekor ular besar untuk melahap tukang penatu.

Lalu mereka langsung menghadap Nabi Isa a.s. dan bertanya “Wahai Nabiyallah, kami heran mengapa si tukang penatu itu masih sehat wal afiat ?”
“Baiklah, nanti akan aku Tanya kepada tukang penatu itu kenapa bisa lolos dari maut. Kalau begitu, panggil orang itu menghadapku,” kata nabi isa

Lalu mereka segera berangkat ke rumah tukang penatu untuk menjemputnya untuk bertemu dengan Nabi Isa a.s, kebetulan tukang penatu itu tengah duduk santai di teras rumah. “Wahai tukang penatu, Nabi Isa a.s. ingin bertemu denganmu sekarang!” kata warga
“Terima kasih tuan, dengan senang hati saya akan menemui beliau.” kata tukang penatu

Senyum ramah keluar dari bibir manis Nabi Isa a.s melihat kehadiran si tukang penatu. Seketika itu juga beliau merasa ada sesuatu yang berbeda pada diri si tukang cuci itu, kini lelaki itu sudah  tak nampak lagi rasa egois dan serakah.

“Wahai Nabiyallah, sungguh sebuah kehormatan tuan memanggil hamba yang fakir ini,” ucap tukang penatu itu. “Kiranya ada persoalan apakah sehingga tuan memanggil saya?”  kata si tukang penatu

“Wahai tukang  penatu, coba terangkan kebaikan apakah yang engkau lakukan pada hari ini?” kata nabi isa bertanya

Tukang penatu itu menceritakan apa yang dialaminya tadi ditepi sungai secara rinci. “Begitulah tuan, sehingga orang alim itu selalu mendo’akan saya setiap diberi makanan. Do’a itu telah membuat hati saya terbuka dan mungkin dapat menyelamatkan saya dari marabahaya.” jawab si tukang penatu

“Alhamdulillah, Allah telah meneteskan hidayah-Nya padamu melalui orang alim itu,” ucap Nabi Isa a.s.
“Semoga kondisi seperti ini akan selalu melekat pada diri saya hingga akhir hari nanti.” kata tukang penatu

Tiba-tiba sepasang bola mata Nabi Isa a.s. melihat sebuah bungkusan yang dipegang oleh tukang penatu itu. Bungkusan itu menjadi pusat perhatian karena isinya bergerak-gerak.
“Engkau membawa bungkusan. Bolehkah aku melihat isinya?” tanya nabi isa
“Oh, ya. Silahkan ya Nabiyallah!” ucap tukang penatu.

Ketika Nabi Isa a.s. membuka bungkusan itu, betapa terkejutnya beliau ketika dilihatnya itu berisi seekor ular besar berwarna hitam.
“Bukankah engkau ular yang ditugasi untuk membunuh orang ini?”  tanya nabi isa kepada si ular
“Wahai Nabiyallah, saya mohon maaf. Tugas saya terhalang oleh do’a-do’a ahli ibadah yang diberi makan oleh tukang penatu ini. Apalagi ia didampingi oleh para malaikat yang berada di sekeliling tubuhnya dan Allah mengutus seorang malaikat untuk membelenggu tubuh saya,” ucap ular besar itu.

Setelah mendengar penuturan ular besar itu, lalu Nabi Isa a.s. menepuk pundak tukang penatu itu sebagai ekspresi perasaan haru dan bangga. Sementara itu, tukang penatu hanya terbengong melihat ekspresi wajah Nabi Isa ketika melihat bungkusan yang dibawanya.
“Wahai tukang penatu, ketahuilah bahwa engkau selamat dari maut yang mengancammu karena do’a-do’a orang alim yang engkau beri makanan. Padahal engkau tahu bahwa perbuatanmu sering merugikan masyarakat banyak. Mulai sekarang, hentikanlah hal-hal yang merugikan itu, niscaya Allah akan membebaskanmu dari beban dosa,” ucap Nabi Isa.

Tukang penatu itu tertunduk malu dan mulai menyadari kesalahannya selama ini. Dengan terbata-bata ia berkata, “Baiklah Nabiyallah, maafkanlah segala perbuatan saya yang telah merugikan semua orang. Mulai saat ini saya akan merubah kelakuan saya.”

Mulai saat itu, si tukang penatu rajin bergaul dengan masyarakat sekitar. Sifatnya kini telah berubah saratus delapan puluh derajat. Ia yang dulu dikenal serakah dan egois, kini menjadi peramah dan peka terhadap fenomena social yang terjadi di masyarakat.

Di kutik dari majalah hikayah
Back To Top