Kisah Nabi Ayub As - Cerita Sejarah Islami

Kisah Nabi Ayub As

Nabi ayub adalah nabi yang di berikan kehidupan yang sangat makmur oleh Allah, Memiliki harta yang melimpah,peternakan yang berkembang dan pertanian dengan hasil yang melimpah. Namun semua itu tidak menjadikan Nabi Ayub as ingkar, bahkan kehidupannya yang makmur dan harta yang melimpah itu menjadikan dia semakin dekat dengan allah.

Kenyataan itu membuat iblis iri dan cemburu, hingga ia berjanji kepada Allah, “Ayub benar-benar sukses usahanya, tetapi tetap saja rajin ibadah. Oleh karena itu, akan aku rusak hidupnya!” Guman iblis

Allah menegur iblis, ‘Hai Iblis, tidakkah kau lihatAyub hamba-Ku, Walau berhasil dalam usahanya, namun tak sedikit pun meninggalkan ibadah dan bersyukur kepada-Ku. Mampukah engkau mengikuti jejaknya?”

“Ya…Allah, jelas saja Ayub tekun ibadah, sebab ia diberi kekayaan dan kesehatan yang luar biasa. Jika tidak demikian, mana mungkin ia akan terus menerus beribadah kepada-Mu.” Ucap iblis.

Allah berfirman, “Sesungguhnya Ayub benar-benar hamba-Ku yang pandai bersyukur.”
“Kalau begitu, izinkan aku mengujinya,” ucap iblis angkuh.

Allah mengizinkan permintaan iblis. Namun dengan catatan, tidak boleh merusak jiwa dan lisannya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu yang terjadi selanjutnya. Kemudian iblis memanggil seluruh bangsa jin. Tak lama kemudian, semua bangsa jin berkumpul dari berbagai jenis rupa.

“Ada apa tuan Iblis memanggil kami?” Tanya bangsa jin.
“Aku ada proyek besar untuk kalian yang belum pernah kuperolah sejak aku menggulingkan adam dari surga,” ucap Iblis.
“Proyak besar apa, tuan?” Tanya mereka.
“Menggoda Nabi Ayub agar ingkar kepada Allah, kalian harus membantuku!”  Kata Iblis
“Baiklah, tuan. Kami siap dibelakang tuan,”

Maka, terjadilah perundingan antara iblis dengan bangsa jin. Mereka mengatur strategi untuk memperdaya Nabi Ayub a.s. salah satu cara terjitu adalah menghabiskan kekayaan Nabi Ayub. Tak berapa lama kemudian, menyebarlah pasukan jin yang terdiri dari beberapa kompi. Pasukan terlatih itu ditugaskan untuk merusak semua harta benda milik Nabi Ayub. Setelah pasukan jin berhasil melaksakan tugas dengan cemerlang, kemudian iblis mendatangi Nabi Ayub yang tengah munajat kepada Allah di sebuah masjid.

“Wahai Ayub, kenapa engkau tenang-tenang saja beribadah di masjid. Padahal seluruh hartamu ludes terbakar. Lihatlah, Tuhanmu telah mengirimkan api dari langit untuk membakar seluruh harta benda yang engkau miliki,” ucap iblis. Usai shalat 2 rakaat, beliau langsung buka mulut, “Sagala puji bagi Allah yang telah memberikan harta kekayaan kepadaku, kini saatnya Dia menarik kembali dari tanganku.” Kemudian Nabi Ayub kembali melakukan shalat.

Melihat usahanya gagal, iblis pulang dengan  beribu kekecewaan. Ia pun kembali mengajak pasukan jin untuk mengatur strategi baru. Kali ini yang menjadi incaran adalah rumah tempat bernaung Nabi Ayub bersama kelurganya. Usai pertemuan tersebut, para pasukan jin langsung menghancurkan rumah Nabi Ayub sampai luluh lantak. Akibatnya, keluarga Nabi Ayub yang sedang santap siang tak sempat menyelamatkan diri. Mereka wafat terkubur reruntuhan bangunan rumah. Namun, tetap saja Nabi Ayub bersabar dan khusyu’ beribadah di masjid.

“Wahai Ayub, manusia macam apa engkau, tetang-tenang saja melakukan shalat di masjid, padahal rumahmu hancur dan keluargamu telah binasa. Apakah Allah masih menjagamu?” kata Iblis
Namun Nabi Ayub masih meneruskan shalatnya hingga selesai. Kemudian beliau berucap kepada iblis laknatullah yang tak henti-hentinya menggoda iman beliau., “Segala puji bagi Allah yang telah memberi dan mengajari aku. Perlu engkau ketahui wahai makhluk terkutuk, seluruh harta dan anak-anakku adalah amanat dari Allah SWT.” Jawab Nabi Ayub

Kegagalan kembali harus ditelan, iblis pun menangis dan dengan tangan hampa, pergi meninggalkan Nabi Ayub. Namun iblis tetap tak mau menyerah, otak terus diputar untuk bisa mengarahkan Nabi Ayub agar berpaling dari Tuhannya. Strategi baru pun dirancang, ia tak mau gagal yang ketiga kalinya. Saat Ayub khusyu mengerjakan shalat, iblis kembali mendatanginya dan meniup hidung dan mulut Ayub saat dia sujud. Kenyataan itu berakibat tubuh Nabi Ayub menggelembung besar hingga badan beliau terasa berat dan sakit bukan kepalang. Namun beristiwa tersebut sama sekali tidak mengurangi kekhusyu’an shalat beliau.

Beberapa saat setelah peristiwa itu, Nabi Ayub terserang penyakit kulit seperti cacar. Dari kepala sampai kaki tumbuh koreng dan mengeluarkan nanah. Di beberapa bagian yang luka, muncul belatung yang makin hari kian menumpuk hingga berjatuhan ke tanah. Penyakit ini berlangsung lama, beberapa tabib yang berusa mengobati tak ada yang mampu, bahkan penyakit Ayub semakin parah.

Penyakit yang menjijikan ini lambat laun membuat sanak keluarganya mulai merasa jijik, merasa satu per satu meninggalkan beliau kecuali sang istri, Siti Rahmah. Dengan sabar dan penuh bakti, Siti Rahmah merawat Nabi Ayub. Siang dan malam ia setia melayani suaminya, meskipun cobaan makin berat. Apalagi penduduk mulai merasa takut tertular. Sehingga mereka mengusir Nabi Ayub dan istrinya keluar dari desa itu.

Nabi Ayub dan istrinya pun meninggalkan desa yang penuh sejuta kenangan. Sambil menahan tangis, Siti Rahmah menggendong Nabi Ayub ke desa tetangga dan singgah disebuah gubug tua. Apa daya, nasib malang masih menimpa Nabi Ayub. Belum berapa lama tinggal didesa tetangga itu, kembali beliau diusir warga. Dengan penuh tawakal , Siti Rahmah segera membopong Nabi Ayub dan pergi kesebuah gubug yang berada di sebuah tepi hutan. Tiba di gubug itu, Siti Rahmah membentangkan tikar sebagai alas tidur. Ayub yang merasa iba kepada istrinya, langsung menegur,

“Wahai istriku, baiknya engkau pulang saja. Engkau sudah cukup sabar menemaniku. Kini, biarkanlah aku sendirian di tempat ini.” Kata Nabi Ayub
“Jangan khawatir suamiku! Tidak mungkin aku meninggalkanmu sendirian. Aku tetap setia sampai nyawa ini keluar dari badan,” ucap sang istri.

Untuk memenuhi kebutuhan makan Nabi Ayub, Siti Rahmah bekerja pada pabrik roti. Namun, baru beberpa saat bekerja, pemilik roti mengetahui tentang penyakit yang diderita suaminya dan tanpa belas kasih ia dipecat sambil mengeluarkan kata-kata kotor. Siti Rahmah menangis sedih, namun ia tetap bersabar dan tawakkal kepada Allah. Dalam do’anya, ia berucap, “Ya Allah, engkau menjadi saksi seolah-olah dunia ini sempit bagiku. Masyarakat selalu menghinaku, tetapi janganlah aku terhina di akhirat kelak.”

Selama 18 tahun, hari-hari penuh penderitaan terus berlanjut tubuh Nabi Ayub semakin kurus, rapuh, dan rusak kulitnya, sehingga sinar matahari seakan-akan dapat menembus dari dada sampai punggung beliau. Namun kenyataan itu tak membuat hatinya sepi dari bersyukur dan lisan yang tetap basah oleh dzikir kepada Allah SWT.

Suatu hari, Siti Rahmah berucap, “Wahai suamiku,engkau adalah Nabi yang mulia di mata Allah. Kalau saja engkau mau berdo’a untuk kesembuhanmu pasti…”
“Sudah berapa tahun Allah memberikan kita kesenangan?” ucap Nabi Ayub memotong ucapan sang istri.
“Delapan puluh tahun,” jawab Siti Rahmah.
“Sungguh malu aku rasanya kepada Allah jika berdo’a memohon keluar dari penderitaan yang belum seberapa lama jika dibandingkan dengan masa bahagia yang dikarunia kepada kita,” Kata Nabi Ayub
Siti Rahmah langsung terdiam, ia terharu dan bangga melihat ketabahan dan ketaatan suaminya meski diterpa berbagai macam penderitaan.

Di tengah penderitaan yang makin memuncak, Nabi Ayub berdo’a, “Ya Allah, ya Tuhanku, kuatkanlah kesabaran  dan ketabahan dalam hatiku dari segala ujian yang Engkau berikan dan tetapkanlah aku mencintai-Mu dalam dzikir-dzikirku.”
Maka, turunlah wahyu kepada Nabi Ayub yang berbunyi: “Hai Ayub, lisan dan hati adalah milik-Ku, derita sakit dari aku pula. Mengapa harus bersedih?”

Setelah menderita selama 18 tahun, Allah SWT mengangkat penyakit yang diderita Nabi Ayub. Tubuh beliau perlahan-lahan sehat dan bugar kembali perniagaan pun sukses, seakan-akan Allah mengganti harta benda yang dulu habis sirna oleh bencana. Tak ada lagi orang yang menjauhi Nabi Ayub, bahkan masyarakat mulai mendalami ilmu agama dan belajar tentang sabar dan tawakal. Kini Nabi Ayub dan isteri dikaruniai umur panjang dan hidup bahagia.


Sumber : Rubik Hikayah Kitab | Majalah Hikayah tahun 2005
Back To Top