Bilal bin Rabah adalah seorang dari Habsy yang menjadi budak Umayah bin Khalaf, salah
seorang pemuka Bani Jumah di kota Mekah. Kehidupannya tidak berbeda dengan budak budak yang lain. Hari-harinya dilalui
secara rutin dan gersang, tidak memiliki sesuatu untuk hari ini, dan tidak
menaruh harapan untuk hari esok. Ketika berita-berita mengenai agama yang di bawa nabi Muhammad saw, banyak dibicarakan orang-orang di Mekah, Bilal mulai tertarik dengan agama Islam.
Bilal pernah mendengar obrolan majikan dan tamunya, tentang pengakuan mereka akan kejujuran dan kemuliaan Muhammad saw.
Bilal pernah mendengar obrolan majikan dan tamunya, tentang pengakuan mereka akan kejujuran dan kemuliaan Muhammad saw.
“Tidak pernah Muhammad berdusta atau menjadi tukang sihir.
Dia juga tidak gila atau berubah pikiran, meskipun demikian kita terpaksa harus menuduhnya, demi membendung orang-orang yang berlomba-lomba memasuki
agamanya.” Kata tamu Umayah bin Khalaf.
Suatu hari, Bilal bin Rabah melihat Nur Ilahi dan mendengarkan kata hatinya, maka ia menjumpai Rasulullah dan menyatakan
keislamannya. Namun, tak lama kemudian rahasia keislaman Bilal terdengar oleh
orang-orang Bani Jumah, yaitu orang-orang yang selama ini memiliki kesombongan
dan kecongkakan. Dan akhirnya sampai ketelinga Umayah bin Kalab, majikannya. Umayah menganggap keislaman Bilal merupakan tamparan keras
karena dapat menghina dan menjatuhkan kehormatannya.
“Apa?! Budak itu masuk Islam dan menjadi pengikut Muhammad?”
teriak Umayah dengan geram. “Tetapi tidak apa-apa. Matahari yang terbit hari
ini tak akan tenggelam dengan keislaman budak durhaka itu!”kata umayah
Dengan kemarahan yang memuncak, Umayah bin Khalaf menyeret
Bilal ke luar dan dilemparkannya ke pasir yang panas menyengat. Umayah kemudian menyuruh beberapa orang mengangkat batu besar dan ditindihkan ke tubuh Bilal. Dengan siksaan yang sedemikian rupa,
Bilal tetap teguh dengan keislamannya dan tak sepatah kata pun yang diucapkannya kecuali : “Ahad…Ahad! Allahu Ahad…Allahu Ahad…!”
“Kurang ajar!” teriak algojo-algojo itu sangat marah.
“Sebutkan Lata dan ‘Uzza! Aku berjanji akan melepaskanmu!”Kata Algojo yang menyiksanya, “Ahad…Ahad! Allahu Ahad…Allahu Ahad…!”
jawaban Bilal terus menerus
“Sebutkan apa yang kami sebut!” Bentak algojo yang semakin jengkel
Karena bilal tidak mau mengikuti apa yang di katakan oleh algojo algojo itu, maka batu yang ada di atas tubuhnya ditekan-tekannya. Tubuh Bilal menggeliat-geliat kepanasan, tubuhnya bagaikan terpanggang di atas
tungku api. Meskipun demikian dia masih sempat mengejek mereka. “Lidahku tak
dapat mengucapkannya,” katanya.
Ketika hari mulai petang, tubuh Bilal mereka tegakkan dan
lehernya mereka diikat., kemudian mereka mengaraknya
keliling bukit dan jalan di kota Mekah., sementara mulut Bilal tak
putusnya mengucapkan kata “Ahad….Ahad…Ahad…!”
Namun, orang-orang Bani Jumah itu tak bosan-bosannya
merayu dan menawarkan kebebasan kepada Bilal.
“Telah letih kami menyiksamu, dan rasanya kami sendiri yang
tersiksa. Oleh sebab itu, besok ucapkan kata-kata yang baik terhadap
Tuhan-Tuhan kami. Sebutkan : “Tuhanku Lata dan Uzza!” , nanti kami lepaskan
dirimu, kubebaskan, dan berbuatlah sesuka hatimu.!”kata algojo
Tetapi Bilal hanya menggelengkan kepalanya dan hanya
menyebut, “Ahad…! Ahad…!”
Karena tak dapat menahan gusar dan amarahnya, Umayah pergi untuk melihat keadaan Bilal
“Kesialan apa yang menimpa kami disebabkan oleh budak celaka
ini! Demi Lata dan ‘Uzza, akan kujadikan kau contoh untuk semua budak dan
majikan-majikan mereka!”Kata Umayah
Dengan keyakinan orang mukmin dan kebesaran seorang suci,
Bilal menyahut, “Ahad…! Ahad…!”
Orang-orang yang diserahi tugas menyiksanya berpura-pura
menaruh belas kasihan kepada Bilal., mereka terus menerus membujuk dan mengajukan
tawaran kepada bilal untuk melepaskan keislamannya. Namun Bilal hanya tersenyum mendengar tipu muslihat mereka. Dan dengan
ketenangannya, ia masih tetap berkata, “Ahad…! Ahad…! Ahad…!”
Keesokan harinya, Bilal kembali di bawa ke
tengah padang pasir dan disiksanya seperti hari-hari kemarin. Tiba-tiba
datanglah Abu Bakar.
“Apakah kalian akan membunuh seorang laki-laki karena
mengatakan bahwa Tuhannya adalah Allah, Terimalah ini untuk tebusannya, bukankah lebih tinggi dari harganya,
dan bebaskan dia!” katanya Abu Bakar kepada Umayah.
Umayah bin Khalaf yang hampir putus asa menghadapi Bilal,
hatinya menjadi gembira dan lega ketika mendengar Abu Bakar menebusnya. Sebagai
seorang saudagar, Umayah merasa beruntung dengan menjual Bilal, dari pada harus
membunuhnya tanpa memperoleh apa-apa.
Abu Bakar kemudian memapah Bilal untuk dibawa pergi dari
tempat itu.
“Bawalah dia. Demi Lata dan ‘Uzza, seandainya harga
tebusannya tidak lebih dari satu ugia pun, akan kuberikan budak celaka itu!” kata
Umayah kepada Abu Bakar.
“Demi Allah, seandainya kalian tak akan menjualnya kecuali
dengan harga seratus ugia pun, pasti akan ku bayar” jawab Abu Bakar.
Pergilah Abu Bakar bersama sahabat barunya itu kepada
Rasulullah, dan disampaikan berita gembira tentang kebebasan Bilal. Rasulullah
dan kaum muslimin menyambutnya dengan gembira dan bersuka cita. Dan ketika
Rasulullah bersama kaum Muslimin hijrah dan menetap di Madinah, beliau
mensyari’atkan adzan untuk shalat sebanyak lima kali sehari semalam. Bilal
merupakan muadzin pertama dalam Islam, dengan suaranya yang merdu dan empuk
diisinya hati dengan keimanan dan telinga dengan keharuan.