Abdulah bin huzdafah dan kaisar herclius penguasa romawi - Cerita Sejarah Islami

Abdulah bin huzdafah dan kaisar herclius penguasa romawi

Abdulah bin huzdafah adalah salah seorang komandan pasukan muslim yang ikut dalam pnaklukan wilayah syam. Ia mengemban tugas memerangi pasukan romawi yang berada di kaisaria,kota palestina di tepi pantai laut medeteran. Akan tetapi Allah mentakdirkan Abdullah bin huzdafah tidak berhasil merebut kota itu,bahkan ia jatuh ketangan pasukan romawi sebagai sandera bersama sejumlah pasukan nya.

Melihat kegagalan pasukan muslim ini,kaisar herclius, penguasa romawi yang menawannya ketika itu merasa mendapat kesempatan yang di anggap tepat untuk menyakiti kaum muslimin dan ingin melampiaskan dendamnya terhadap mereka.

Abdullah bin Hudafah lalu dibawa menghadap Heraclius untuk di uji agamanya dan dipisahkan dari raja rajanya. Mulailah Heraclius menggunakan cara bujukan dan menjanjikan tawaran menggiurkan “masuklah ke dalam agama nasrani, maka aku akan memberimu harta benda  seberapapun kau mau.” kata raja. Namun Abdullah bin Huzdafah menolak tawaran itu.
Tak putus asa sampai di situ, Heraclius berkata  lagi,”peluklah agama nasrani yang aku anut, kelak aku akan menikahkan kau dengan putriku.” Abdullah bin Huzdafah juga menolak tawaran yang kedua ini.
“masuklah ke dalam agamaku,aku pasti akan berbagi kekuasaan denganmu!” bujuk Heraclius lagi dengan halusnya. Tapi seperti yang sudah sudah,kali ini pun Abdullah bin huzdafah tetap menolak tawaran tersebut,
Heraclius menyadari bahwa ia berhadapan dengan serorang laki laki yang istimewa. Namun tanpa
berputus asa,ia lalu menyampaikan tawarannya yang ke empat seraya berkata,” pindahlah ke dalam agama nasrani,pasti aku akan memberimu setengah dari kerajaanku.”
”Seandainya kau memberi semua  yang di miliki seluruh  orang orang arab,niscanya aku tidak akan pernah berpikir  meninggalkan ajaran Muhammad saw sedikit pun!” kata Abdullah bin huzdafah menjawab dengan lantang.
 Setelah gagal menggunakan  senjata bujuk rayuan, Heraclius mulai menggunakan cara tekanan,siksaan dan ancaman seraya berkata, “kalau itu maumu, aku t5dak segan untuk membunuhmu!?”

Tampaknya  Heraclius belum menyadari,bahwa orang yang mengalahkan senjata bujukan dan rayuan juga akan mengalahkan senjata kekerasan  dan penekanan; dan bahwa orang yang menginjak bumi dengan kedua kakinya dengan iman, tidak akan segan mempersembahkan jiwanya demi agamanya.

“Lakukanlah apa pun yang menjadi kehendakmu!” jawab Abdullah bin Hudzafah dengan mantapnya. Lalu Abdullah bin Huzdafah dimasukan kedalam penjara tanpa diberikan makan dan minum selama tiga hari. Ia malah diberikan hidangan daging babi dan minuman keras lalu di suruh menyantap itu semua. Akan tetapi Abdullah bin Huzdafah menolaknya dengan keras.

Karena tetap tidak bergeming dan tetap pada pendiriannya, Heraclius kemudian bertanya, “apa yang menyebabkan engkau tidak mau daging babi dan minuman keras padahal engkau sungguh dalam keadaan terpaksa dan sangat kelaparan?!
”memang dalam keadaan terpaksa, sesuatu yang haram telah berubah menjadi halal bagiku. Dan tidak masalah bagiku seandainya aku memakannya. Akan tetapi aku lebih memilih tidak memakannya agar aku tidak memberi kesempatan kepadamu untuk memperolokan islam!”

Merasa selalu tidak berhasil, Heraclius kemudian memberi perintah agar para pembantunya mengikat erat kedua tangan dan kaki Abdullah di atas palang kayu yang telah di sediakan. Lalu para pemananh jitu, di perintahkan agar melepas anak panahnya tepat di sisi tubuhnya dengan maksud untuk menyiutkan nyali Abdullah bin huzdafah. Kali ini, ia pun di bujuk lagi agar mau masuk kedalam agama nasrani. Namum Abdullah bin huzdafa tetap menunjukkan sikap tidak bergeming.

Ia pun akhirnya di turunkan dari palang salib yang mengikatmnya. Melihat kegigihan Abdullah bin huzdafa dan usaha yang di lakukannya tidak berhasil, habislah akal sang romawi itu. Ia ingin mengubah pendirian Abdullah bin huzdafa dengan memberi perintah lagi kepada para pembantunya agar mereka mengisi air kedalam ketel raksasa dan menyalakkan api di bawahnya. Ketika air dalam ketel itu mendidih, seorang tawanan muslim di datangkan, ia lalu di masukkan kedalamnya. Dalam sekejap, tak ayal daging tawanan itu hancur dan lepas dari tulang rangka tubuhnya.

Kemudian, lagi lagi seorang tawanan muslim lainnya di datangkan. Ia lantas di masukkan kedalam ketel mendidih itu, sementara Abdullah bin huzdafa melihat semua kejadian itu dengan mata telanjang. Heraclius berharap,dengan dua kejadian tadi,hati Abdullah bin Huzdafah menjadi ciut. Maka tak lama setelah itu, Heraclius memberi perintah kepada para pembantunya agar Abdullah bin Huzdafah dimasukan ke ketel yang mendidih itu.saat hendak dibawa mendekati ketel, Abdullah bin Huzdafah tiba tiba menangis.

Heraclius sungguh sangat tercengang dengan apa yang diperbuat.hatinya ketika itu berkata,“Abdullah bin Huzdafah menangis?!” Heraclius mengira bahwa tangis Abdullah bin Huzdafah  disebabkan karena ia takut mati dan ia mau menunjukan perubahan sikap tak bergemingnya untuk menerima tawaran masuk agama nasrani. Rasa ingin tahu Heraclius memuncak. “mengapa engkau menangis?” tanyanya keheranan.

Namun di luar dugaan Abdullah bin Huzdafah menjawab, ‘Aku menangis karena aku hanya memiliki satu nyawa yang dapat aku korbankan untuk agamaku di jalan Allah, sedangkan aku mengidamkan mempunyai nyawa sebanyak jumlah helai rambutku yang akan Aku korbankan untuk agamaku dan semua nya mati di jalan Allah!” Dengan menyimpan rasa kagum atas keteguhan Abdullah bin Huzdafah, Heraclius merasa kalah dan terpukul di hadapan komandan pasukan muslim yang bertangan kosong ini: tanpa senjata ,tanpa pengawal,tanpa penghormatan dan tanpa harta.

Padahal Heraclius adalah seorang romawi yang memiliki segalanya: kekuasaan, kekayaan, pangkat, kekuatan dan kemewahan dunia. Dengan setengah putus asa, Heraclius kali ini member tawaran terakhir untuk menyembunyikan rasa malu dari wajahnya seraya berkata, “maukah kau aku bebaskan dengan syarat kau bersedia mencium keningku?!”

Tanpa ragu,sang komandan muslim itu menerima tawaran Heraclius, “Baiklah, aku bersedia,tetapi dengan syarat kau bebaskan juga semua tawanan muslim dari penjaramu.” Akhirnya tawanan yang berjumlah tiga ratus orang dalam penjara Heraclius itu berhasil dibebaskan. Abdullah bin Huzdafah pun lalu mencium kening Heraclius. Setelah itu, ia pun membawa keluar sahabat sahabatnya pulang menemui khilifah Umar bin Al-Khatab di madinah. Setibanya di madinah,sang pemimpin ini menyampaikan kisahnya dengan Heraclius.

Sayangnya,banyak sahabat yang keberatan dengan sikap Abdullah bin Huzdafah yang telah mencium kening Heraclius itu dan mencelanya. Sementara mereka tidak melihat pada harga mahal  tawanan perang yang dibawa pulang sebagai imbalan dari ciuman kening Heraclius oleh Abdullah bin Huzdafah .

Namun di luar dugaan para sahabat,khalifah Umar bin al-khattab dan sebagian besar tokoh madinah malah menyambut gembira atas apa yang dilakukan Abdullah bin Huzdafah. Sebagai bentuk apresiasinya, khalifah Umar berseru pada para sahabat yang hadir , ‘ Abdullah bin Huzdafah berhak mendapat ciuman kening dari setiap muslim,dan akulah yang pertama melakukannya seraya mendekat dan mencium keningnya lalu para sahabat pun mengikutinya.” Bagi seorang  komandan seperti Abdullah bin Huzdafah,tawaran Heraclius untuk mencium keningnya sama sekali tidak menurunkan pangkat yang dimilikinya. Asal bukan akidah yang digadaikan, pemimpin rendah hati dan bertanggungjawab ini dengan senang hati menerimanya. Bahkan di balik kemauannya menerima tawaran tersebut tersimpan tujuan mulia, yakni membebaskan tawaran muslim yang berada di penjara istana Romawi.
Back To Top